Nusakambangan - Di Indonesia masalah Anak yang berkonflik dengan hukum mempunyai kecenderungan semakin meningkat. Bartollas (1985) mengemukakan ada beberapa faktor yang menjadi latar belakang karakteristik pribadi anak yang berisiko tinggi menjadi pelaku delinquency, yaitu faktor umur (anak yang lebih muda akan berisiko lebih tinggi), variable psikologis (sifat membantah, susah diatur, merasa kurang dihargai), school performance (bermasalah di sekolah dengan tingkah lakunya, membolos), home adjustment (kurang interaksi dengan orang tua dan saudara, kurang disiplin dan pengawasan, minggat), pengguna alkohol dan obat terlarang, lingkungan tetangga, dan adanya pengaruh kekuatan teman sebaya. Balai Pemasyarakatan (BAPAS) adalah salah satu pihak yang terlibat selama proses peradilan Anak yang berkonflik dengan hukum dari awal anak ditangkap hingga anak menyelesaikan masa hukumannya. Hal ini membuat BAPAS memiliki peran yang penting dalam proses peradilan Anak yang Berkonflik dengan Hukum (ABH). Secara umum peran BAPAS dalam proses peradilan Anak yang berkonflik dengan hukum terbagi menjadi 3 tahap, yaitu tahap sebelum sidang pengadilan (pra adjudikasi) yakni penyidikan, tahap saat sidang pengadilan (adjudikasi) yakni pendampingan di persidangan dan tahap setelah pengadilan (post adjudikasi) yakni pengawasan dan pembimbingan bagi Anak yang berkonflik dengan hukum, Rabu (01/03/2023).
Saat ini PK Bapas Nusakambangan tengah menjalankan tugasnya pada tahap persidangan terhadap seorang ABH yang masih berusia 15 tahun. Adapun sebelum melakukan pendampingan di persidangan, PK Bapas Nusakambangan telah melakukan penyusunan Penelitian Kemasyarakatan (Litmas) terhadap ABH yang meliputi wawancara terhadap ABH; wawancara kepada pihak-pihak yang terkait dengan anak, seperti teman, keluarga atau guru; meneliti lingkungan tempat tinggal dan lingkungan sekolah anak; koordinasi dengan Pihak Kepolisian serta pemenuhan hak-hak Anak sebelum Pengadilan. Litmas tersebut nantinya berisi mengenai kesimpulan dari PK Bapas Nusakambangan mengenai pertimbangan dan saran kepada Hakim agar dijadikan rekomendasi. Pertimbangan dan saran dari PK Bapas Nusakambangan pada dasarnya semua berprinsip kepada kepentingan terbaik bagi anak yang disesuaikan dengan keadaan dan kondisi anak saat itu. Sesuai ketentuan Pasal 57 (1) UU SPPA: Setelah surat dakwaaan dibacakan, Hakim memerintahkan Pembimbing Kemasyarakatan membacakan laporan hasil penelitian kemasyarakatan mengenai Anak yang bersangkutan tanpa kehadiran Anak, kecuali Hakim berpendapat lain. Ketentuan Pasal 60 (3) (4) UU SPPA yaitu Hakim wajib mempertimbangkan laporan penelitian kemasyarakatan dari PK sebelum menjatuhkan putusan perkara. Dalam hal laporan penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak dipertimbangkan dalam putusan hakim, putusan batal demi hukum.
Apabila anak yang berhadapan dengan hukum atau klien anak telah dijatuhi putusan atau vonis oleh Hakim, maka PK
masih mempunyai tugas untuk membimbing, membantu, dan mengawasi Klien anak tersebut sebagaimana diatur dalam Pasal 65 huruf d dan e Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak yang berbunyi "melakukan pendampingan, pembimbingan, dan pengawasan terhadap Anak yang berdasarkan putusan pengadilan dijatuhi pidana atau dikenai tindakan dan melakukan pendampingan, pembimbingan; dan pengawasan terhadap Anak yang memperoleh asimilasi, pembebasan bersyarat, cuti menjelang bebas, dan cuti bersyarat.”