Nusakambangan - Pembimbing Kemasyarakatan(PK) Balai Pemasyarakatan Kelas II Nusakambangan melaksanakan pengambilan data untuk Penelitian Kemasyarakatan(Litmas) tingkat lanjutan. Litmas lanjutan ini ditujukan untuk Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) yang sedang menjalani pembinaan di lembaga pemasyarakatan (lapas) Kelas IIA Narkotika Nusakambangan. Pada kesempatan kali ini PK mewawancarai AA asal Jakarta Pusat yang merupakan terpidana kasus narkotika dengan hukuman 20 tahun penjara. Setiap WBP memiliki sejumlah hak yang pelaksanaannya diatur dan dilindungi oleh peraturan perundang-undangan. Hak tersebut diantaranya hak menjalankan ibadah, mendapatkan layanan kesehatan, pendidikan, perlakuan manusiawi, dan pelayanan lain yang diperlukan, Kamis (02/03/2023).
Selain hak-hak tersebut, narapidana yang telah memenuhi persyaratan tertentu berhak atas remisi, asimilasi, cuti mengunjungi atau dikunjungi keluarga, cuti bersyarat, cuti menjelang bebas, dan pembebasan bersyarat. Syarat tertentu yang tertuang di Pasal 10 UU nomor 22 tahun 2022 tentang pemasyarakatan adalah berkelakuan baik, aktif mengikuti program pembinaan, dan telah menunjukkan penurunan tingkat risiko. Pada kesempatan kali ini PK Bapas Nusakambangan melakukan penggalian data dan asesmen kepada AA, yang berasal dari Jakarta Pusat yang merupakan terpidana kasus narkotika dengan hukuman 20 tahun penjara. Ia sendiri menceritakan latar belakangnya baik asal keluarga, perjalanan hidupnya hingga sampai terjerat kasus saat ini. Berdasarkan kasus AA, nampak bagaimana lingkungan bermasyarakat membentuk norma subjektif seseorang. Meskipun norma dan hukum serta hukum adat yang berlaku di negara Indonesia berlaku, setiap pribadi manusia secara tidak sadar menyusun normanya sendiri, mana yang menurut dia baik atau tidak meskipun sering tidak sejalan dengan hukum dan norma yang berlaku. AA sendiri menyampaikan, ”di lingkungan tempat tinggal saya, penggunaan narkotika bukan hal yang terlalu tabu, sejak kecil saya sudah melihat tetangga saya menggunakannya”. Kebiasaan dari lingkungan sekitar membentuk persepsi yang melenceng dari norma hukum. Hal tersebut tidak lepas dari minimnya konsekuensi hukum yang diterapkan di daerah tersebut, sehingga anggota masyarakat membuat pemakluman sendiri akan suatu perilaku yang telah menjadi kebiasaan meskipun hal tersebut melanggar hukum. Harapan bagi PK sendiri suatu saat apabila AA telah bebas, ia tidak lagi mengulangi tindak pidana, baik dengan cara tidak kembali di lingkungan negatif, ataupun apabila ia telah memiliki kesadaran hukum yang kuat, ia bisa menjadi agen perubahan terkait kesadaran hukum di lingkungan tempat tinggalnya.